Kamis, 28 Februari lalu Ibu konsul ke dokter gigi di Dharmais.
Gigi depan Ibu patah. Beberapa minggu sebelumnya, Ibu udah konsul ke dokter gigi deket rumah. Dokter menyarankan giginya dicabut, karena ada bagian gigi yang tertinggal.
Setelah dua kali mau dicabut gak bisa-bisa, akhirnya cabut giginya ditunda. Sebenernya Ibu pun takut dicabut. Bukan takut sakit, tapi takut ngaruh ke bagian-bagian tubuh lainnya.
Dokter di deket rumah pun menyarankan ke spesialis bedah gigi. Untuk mencabut sisa gigi itu.
Akhirnya kami minta dr. Nugroho kasih rujukan ke dokter gigi. Kami dirujuk ke dr. Titien.
Saat konsul dengan dr. Titien, Ibu sempat melakukan cetak gigi untuk gigi palsu, menggantikan yang patah. Tapi, karena techniker-nya (ejaannya bener gak ya ahaha) perlu pinjam gigi palsu Ibu selama seminggu, dan lokasi yang jauh, kami disarankan bikin gigi palsu di dekat rumah saja.
Soal gigi yang patah, dr. Titien menyarankan tetap dicabut. Tapi, melihat Ibu ragu, dokter memberi kesempatan berpikir dahulu. Besok boleh datang lagi. Tapi akhirnya, Ibu mau juga dicabut.
Sebelum mencabut, dokter menanyakan jika Ibu meminum obat pengencer darah. Wah, saya pun ingat, hB Ibu rendah, yaitu 8.5.
Mengetahui hal itu, dr. Titien langsung menyatakan tidak boleh dicabut. hB harus minimal 10 dulu, baru boleh.
Fyuh. Untung saya bilang. Padahal, lembar hasil lab-nya udah terpampang di hadapan beliau, hehe.
Gapapa. Namanya juga eyang uti dokter nanganin banyak pasien. Alhamdulillah saya masih dikasih inget untuk sampein angka hB Ibu yang rendah.
Untung juga, saya gak mengandalkan 'Kan hasil lab-nya udah saya kasih. Harusnya dokternya udah baca, dong.' Kalo nggak, mungkin gigi Ibu udah dicabut dan hhhh... Saya gak berani bayangin apa yang akan terjadi.... Mungkin perdarahannya bakal lama....
Emang udah seharusnya pasien dan dokter itu kerja sebagai tim. Tujuannya untuk kesehatan dan kualitas hidup pasien.
Gak akan pernah salah kalo kita sebagai pasien juga tahu dan menyampaikan kondisi tubuh kita pada dokter. Karena kan kita yang menjalankan dan merasakan treatment. Dokter juga bisa ikut terbantu kalo kita aktif terlibat.
Alhamdulillah, saya bersyukur.
Akhirnya dr. Titien menyarankan Ibu kembali ke dokter gigi deket rumah untuk bikin gigi palsu, dan menyampaikan ke dokter tersebut kalau kondisinya tidak memungkinkan untuk cabut gigi.
Semoga Ibu sehat-sehat terus, ya :)
**Ibu saya memiliki multiple myeloma sejak tahun 2011, dan rutin kontrol di RS Kanker Dharmais, Jakarta Barat. Silakan klik menu "Multiple Myeloma" untuk melihat postingan terkait MM. Semoga kita bisa saling mengenal dan saling menguatkan :D